Perspektif

PERJANJIAN GIYANTI: Awal Runtuhnya Budaya Maritim Nusantara

 

 

Yogyakarta, DIGIDO - Pada Bulan Pebruari ini, dua setengah abad yang lalu, tepatnya 13 Pebruari 1755, telah terjadi Perjanjian Giyanti. Tempat kejadian di Desa Giyanti, Dukuh Kerten, Jantiharjo, Karanganyar, Jawa Tengah. Perjanjian ini dinisiasi oleh VOC untuk memecah Kerajaan Mataram Islam.

Secara garis besar isi Perjanjian Giyanti adalah membagi Kesultanan Mataram menjadi dua bagian, yakni Kasunanan Surakarta di bawah kepemimpinan Sunan Pakubuwana III dan Kasultanan Yogyakarta di bawah kepemimpinan Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengkubuwana I.

Namun, ada hal lain yang sering terlupakan dari isi perjanjian Giyanti. Padahal hal ini sangat memberikan dampak yang strategis bagi perjalanan nasib Nusantara selanjutnya, bahkan sampai sekarang setelah menjadi Negara Indonesia. Hal tersebut adalah isi perjanjian yang mengatur pengelolaan daerah pesisir dan menyerahkan perdagangan laut, hasil bumi, dan rempah-rempah dari wilayahnya kepada VOC.

Tanpa disadari, sebenarnya isi perjanjian tersebut sama saja dengan memandulkan perkembangan budaya bahari Nusantara. Terjadi pergeseran nilai-nilai budaya dari bercirikan budaya maritim menjadi budaya territorial/daratan.

Hal ini cukup menikam masa depan Nusantara/Indonesia sebagai bangsa yang secara geografis dan geopolitik adalah negara maritim atau kepulauan. Dua pertiga luas wilayah Indonesia adalah laut yang mencakup luas kawasan 5,8 juta km2  yang terdiri dari 0,8 juta km2 laut teritorial, 2,3 juta  km2 laut Nusantara dan 2,7 juta km2 Zona  Ekonomi Eksklusif Indonesia. Dengan jumlah pulau 17.504 dan garis pantai sepanjang 104.000 km (BPS,2011) tidak hanya menempatkan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, tetapi juga menyimpan potensi sumber daya kekayaan  laut  baik  secara  kuantitas  maupun  diversitasnya.

Menurut Prof. Daniel M Rasyid, bagi Indonesia, menjadi negara maritim adalah keniscayaan geostratejik untuk bardaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan berkepribadian secara budaya.

Mungkin karena itulah, Indonesia sampai saat ini belum pernah mampu mencapai kejayaan seperti kejayaan kerajaan-kerajaan maritim di sepanjang sejarah Indonesia. Mulai dari Kerajaan Sriwijaya, Singasari, Majapahit, Goa Makassar, Ternate-Tidore, Banten dan Demak. Semua kerajaan tersebut pernah berjaya secara internasional (negara adidaya) karena mereka membangun dirinya sebagai kerajaan maritim yang kuat dan hebat.

 

Arif Doelz (Editor Digido).

 

Digido News

Info dan kerja sama Email: admin@digido.co.id - WA: 081128285685