Niteni, Nirokke, Nambahi
Pemikiran Ki Hajar Dewantara
DIGIDO-Filosofi telung (telu/tiga) N: niteni (mengamati), nirokke (meniru),dan nambahi (mengembangkan).
Menjadi pertanyaan menarik, apakah filosofi itu memiliki konotasi yang kurang bagus? Terutama jika disandingkan dengan konsep kreatifitas. Jika hanya niteni, lalu nirokke dan nambahi, sangat bertolak belakang dengan prinsip berproses kreatif demi menemukan hal-hal baru.
Sejatinya, falsafah tiga N ini bahkan sangat bersubstansi pembelajaran untuk kreatif. Tidaklah mungkin, ada orang ujug-ujug kreatif tanpa melalui proses menjadi kreatif. Apalagi bagi orang yang belajar secara otodidak (tanpa guru).
Falsafah 'Niteni' adalah proses pengamatan atau riset terhadap apa saja yang tertangkap panca indera. Dilakukan secara tekun dalam jangka waktu yang tidak singkat. Ini tentu bukanlah proses yang sederhana dan instan.
Kedua 'Nirokke'. Falsafah ini esensinya adalah meneladani. Dari hasil niteni (riset) di atas, yang baik-baik diteladani. Dan 'meneladani' di sini, tidak sekedar tiru-tiru semata atau sekedar berhenti menjadi pengetahuan saja, tapi yang terpenting harus dijalankan dengan sungguh-sungguh. Proses inipun tentu sebuah 'lelaku' yang tidak mudah. Diperlukan kesabaran dan penghayatan agar mendapatkan hasil berupa pencerahan.
Nah, terakhir adalah 'nambahi'. Jika seseorang melakukan sebuah proses nambahi, namun didahului dengan tahapan panjang niteni/riset dan nirokke/meneladani seperti di atas, rasanya output dari 'nambahi' di sini berpotensi besar berwujud 'temuan baru', yang tentunya sangat kreatif. Mungkin levelnya kayak disertasi.
Akhirnya, bertepatan dengan hari Pendidikan Nasional ini, Kita perlu memberikan hormat kepada Ki Hajar Dewantara sebagai pencipta falsafah ini.
Selamat Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2025.
Arif Doelz
(hasil diskusi dengan alm. Iman Budi Santoso 2 Juli 2020)