Sang guru adalah otoritas kebijaksanaan. Hampir seumur hidupnya, ia mencari, mendalami, dan merenungkan kebijaksanaan. Ia merasa sudah sampai dan memilikinya. Ternyata ia belum sampai ke sana, apalagi memilikinya. Kesadaran itu ia alami ketika ia tertawa.
Sekarang ia menertawakan realitasnya. Dan bersamaan juga menertawakan impian dan cita-citanya. Ternyata kebijaksanaan terjadi justru ketika manusia bisa menertawakan realitas dan cita-citanya.
Ketika manusia bisa tertawa, itulah saat "surga sedang menyentuh hatinya".
Kapan terakhir Anda tertawa?
(Dikutip dari Sindhunata, Ilmu Ngglethek, Boekoe Petruk.)