Opini

NIHILISME; Oleh : Arif Doelz

 

 

Sumber gambar: https://kampuspsikologi.com/nihilisme/

 

NIHILISME

Oleh : Arif Doelz

 

mBang,

Apa guna puisi ?

Nietzsche bilang,

Menerjemahkan mimpi-mimpi ke dalam kenyataan

Menafsirkan kenyataan dunia ke dalam impian[1]

 

mBang,

menafsirkan mimpi-mimpi

juga kenyataan

di pelukan lengkungan garis atau arsiran

sepertimu

jari kakuku tak mampu

 

merangkai bunga kata

mengikat tangkai kalimat

demi menafsirkan mimpi dan kenyataan

selekuk daun …

mungkin aku bisa

 

mBang,

Jiwa-jiwa mengambang

bukan kerapuhan, katamu

Sebuah lambaian lembut

Umwerthung aller Werte[2]

 

mBang,

di sela asap mengepul mulutku

di balik sayu kantuk malamku

ditunggui napas tidur istriku di bawah mejaku

diiringi detik hening kenisbian waktu

           

kaki,

gamang menjejak bumi

tangan,

bimbang meraih langit

 

kumbang tak lagi menyetubuhi bunga demi madu

pertapa tak lagi merenung demi ilham

kresna tak lagi licik demi kodrat dewa

iqbal tak lagi pemuja kesepian demi dasar jiwa manusia

 

mBang,

anjing mengerik

abaikan lahir prematur goresanmu

gambarlah !

lengkungkan garismu

arsirlah kanvasmu

patungkan !

lempengkan batumu jadi tangga

           

demi jabat tangan tak bersua arit

demi melu edan ora keduman

demi kearifan budha menggelundung

demikianlah …

tempat ibadah jadi nisan-nisan bagi Tuhan

Gott ist tott ! Gott bleibt tot !

und wir haben ihn getotet ![3]

 

mBang … Bambang,

Kegelapan bukan hati

Hati hanya ‘cinta’

Kegelapan kekasih pikiran

tanpa hati …

 

Sunyi bukan sepi

Kesunyian belahan jiwa api

Sepi hanya ‘hampa’

tiada kemuliaan Cut Nyak

 

Kalarau itu ‘bulan mati’

malamnya gelap gulita

Nihilisme itu ‘malam terus menerus’

runtuhnya seluruh kepastian hidup

 

Jogja, 5 Mei 2008

Puisi ini kucoretkan untuk Pameran Lukisan Bambang AW – ‘Jiwa-Jiwa Mengambang’



[1] Pengantar Editor, Ahmad Norma, Kahlil Gibran – Cinta, Keindahan, Kesunyian, Jejak, April 2008.
[2] Manusia diajak untuk melakukan penilaian kembali akan seluruh nilai-nilai hasil ciptaannya (ST Sunardi, Nietzsche, LKiS, Februari 2001).
[3] Tuhan sudah mati ! Tuhan terus mati ! Kita telah membunuhnya (Nietzsche)