Frans Susilo, SJ
Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Sanata Dharma
Alamat e-mail: fsusilo@usd.ac.id
1. Pendahuluan
Tidak dapat disangkal bahwa salah satu komponen penting dalam matematika modern dewasa ini adalah Teori Himpunan. Semua struktur dalam matematika pada dasarnya adalah suatu himpunan, misalnya struktur himpunan semua bilangan real, struktur gelanggang dan ruang vektor yang adalah suatu himpunan dengan dua operasi dan memenuhi persyaratan tertentu, struktur topologi yang dibangun atas dasar himpunan-himpunan terbuka, dsb. Konsep-konsep dasar dalam matematika didefinisikan dengan menggunakan konsep himpunan, misalnya konsep bangun dalam geometri sebagai himpunan titik-titik dalam bidang atau ruang, konsep relasi dan fungsi sebagai himpunan bagian dari suatu himpunan darab Cartesius, dan konsep operasi, barisan, dan determinan sebagai fungsi, yang berarti dapat didefinisikan sebagai himpunan. Peranan mendasar yang demikian itu menempatkan Teori Himpunan sebagai salah satu komponen terpenting dalam Landasan Matematika.
Teori Himpunan dirintis dan dikembangkan oleh matematikawan Jerman, Georg Cantor (1845 – 1918), menjelang akhir abad sembilan belas. Cantor mendefinisikan “himpunan” (set) sebagai koleksi obyek-obyek dari pikiran atau intuisi kita yang tertentu dan terbedakan satu sama lain dan yang dipandang sebagai suatu kesatuan. Teori Himpunan selanjutnya berkembang dengan pesat dan berfungsi sebagai landasan dan bahasa matematika. Namun ditemukannya beberapa paradoks (suatu pernyataan yang menimbulkan kontradiksi) dalam Teori Himpunan pada awal abad dua puluh (misalnya paradoks Russell, paradoks Burali-Forti, paradoks Richard, dll) sempat menggoyahkan kedudukan teori baru Cantor tersebut. Keadaan tersebut mendorong para matematikawan dari berbagai kalangan untuk menyelamatkan Teori Himpunan itu dengan menggunakan pendekatan yang lebih sistematis dan dengan pola deduktif, yaitu dengan membangun kembali Teori Himpunan secara aksiomatis. Hasilnya adalah Teori Himpunan aksiomatik yang terbebas dari bahaya kontradiksi, antara lain Teori Himpunan Zermelo-Fraenkel (ZF) dan Teori Himpunan Von Neumann-Bernays-Gödel (NBG). Berkat Teori Himpunan matematika dapat berkembang secara pesat dan menjadi lebih akurat. Konsep-konsep dalam matematika yang semula hanya dipahami secara intuitif dapat dirumuskan secara lebih tepat dengan menggunakan konsep himpunan.
Gambar 1. Georg Cantor
Namun demikian, realitas dunia nyata yang menjadi ajang pergumulan ilmu memiliki kompleksitas yang sedemikian tinggi dan unsur-unsur yang sedemikian kaya, sehingga matematika yang sudah berkembang semakin canggih sekalipun hanya dapat menangkap, memodelkan, dan menganalisis sebagian (kecil) saja dari realitas itu. Masih banyak unsur dalam realitas dunia nyata itu yang tidak mampu disentuh oleh matematika. Para ahli matematika terus menerus berusaha untuk mencari terobosan guna mengatasi keterbatasan matematika itu.
2. Pengembangan Teori Himpunan
Tugas ilmu pengetahuan, termasuk matematika, antara lain adalah untuk menyelidiki, menganalisis, dan mempelajari gejala-gejala yang dialami oleh manusia dalam kehidupannya. Hal itu dilakukan dengan menciptakan model-model yang sesuai dan kemudian menganalisis serta memanipulasi model-model itu dengan berbagai perangkat keilmuan yang tersedia. Model yang disusun dalam matematika tradisional adalah model yang didasarkan pada logika dan himpunan yang tegas, yaitu himpunan dengan batas yang tegas antara elemen-elemen yang merupakan anggota suatu himpunan dan elemen-elemen yang bukan anggota himpunan itu (berarti pula batas yang tegas antara pernyataan yang benar dan pernyataan yang salah). Banyak gejala di dunia nyata yang tidak mudah dan bahkan tidak mungkin untuk disusun modelnya dengan perangkat yang tersedia dalam matematika klasik karena gejala itu secara intrinsik tidak bersifat hitam-putih secara tegas, melainkan mengandung unsur-unsur kekaburan, ketidakpastian dan/atau ketidaktegasan. Dalam beberapa dekade terakhir ini telah dikembangkan berbagai teori baru untuk menyelesaikan masalah-masalah dunia nyata yang memuat ketidakpastian, kekaburan, ketidaktegasan yang tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan konsep-konsep dan metode-metode konvensional yang sudah dikenal dalam matematika.
Teori peluang (Probability Theory) selama ini (sejak abad tujuh belas) merupakan satu-satunya metode matematika yang dipergunakan untuk memecahkan masalah ketidakpastian itu, khususnya ketidakpastian yang bersifat acak (random). Usaha untuk menangani masalah ketidakpastian jenis lainnya baru terwujud pada tahun 1965 ketika Lotfi A. Zadeh (saat ini berusia 92 tahun) memperkenalkan teori Himpunan Kabur (Fuzzy Sets), yang menghasilkan model untuk menyelidiki gejala kekaburan semantik dengan menggunakan konsep variabel linguistik dan fungsi keanggotaan.
Gambar 2. Lotfi A. Zadeh
Kemudian pada tahun 1982 matematikawan Polandia, Zdzislaw Pawlak (1926 – 2006), memperkenalkan teori Himpunan Kasar (Rough Sets) yang dikembangkan untuk menggarap masalah ketidakpastian atas dasar konsep partisi dan ruang hampiran yang dibangkitkan oleh suatu relasi ekivalensi.
Gambar 3. Zdzislaw Pawlak
Selanjutnya untuk mengatasi keterbatasan yang melekat pada kedua teori baru tersebut terutama karena kurangnya parameterisasi, seorang matematikawan Rusia, Dmitri A. Molodtsov, pada tahun 1999 memperkenalkan suatu pendekatan yang berbeda dengan menggunakan konsep baru yang disebutnya Himpunan Lunak (Soft Sets). Kalau himpunan kabur dikembangkan dengan menggunakan fungsi keanggotaan dan himpunan kasar berdasarkan relasi ekivalensi dan partisi, maka himpunan lunak didefinisikan berdasarkan apa yang oleh Molodtsov disebut himpunan parameter.
3. Teori Himpunan Kabur
Himpunan yang didefinisikan oleh Cantor seringkali disebut himpunan tegas (crisp set), karena terdapat batas yang tegas antara unsur-unsur yang merupakan anggota dan unsur-unsur yang tidak merupakan anggota dari suatu himpunan. Tetapi dalam kenyataannya tidak semua himpunan yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari terdefinisi secara demikian tegas itu, misalnya himpunan orang miskin, himpunan mahasiswa pandai, himpunan orang yang tinggi, dsb. Pada himpunan orang yang tinggi, misalnya, kita tidak dapat menentukan secara tegas apakah seseorang adalah tinggi atau tidak. Kalau misalnya kita definisikan bahwa “orang tinggi” adalah orang yang tingginya lebih besar atau sama dengan 2 meter, maka seorang yang tingginya 1.99 meter menurut definisi tersebut termasuk orang yang tidak tinggi. Sulit bagi kita untuk menerima bahwa orang yang tingginya 1.99 meter itu tidak termasuk orang yang tinggi. Hal itu menunjukkan bahwa memang batas antara kelompok orang tinggi dan kelompok orang tidak tinggi tidak dapat ditentukan secara tegas.
Untuk mengatasi permasalahan himpunan dengan batas yang tidak tegas itu, Zadeh memperkenal konsep himpunan kabur (fuzzy sets) dengan cara mengaitkan himpunan semacam itu dengan suatu fungsi yang menyatakan derajat kesesuaian unsur-unsur dalam semestanya dengan konsep yang merupakan syarat keanggotaan himpunan tersebut. Fungsi itu disebut fungsi keanggotaan dan nilai fungsi itu disebut derajat keanggotaan suatu unsur dalam himpunan itu. Dengan demikian setiap unsur dalam semesta wacananya mempunyai derajat keanggotaan tertentu dalam himpunan tersebut yang dinyatakan dengan suatu bilangan real dalam selang tertutup [0,1]. Fungsi keanggotaan dari suatu himpunan kabur dalam semesta X adalah pemetaaan
Nilai fungsi
menyatakan derajat keanggotaan unsur
dalam himpunan kabur
. Nilai fungsi sama dengan 1 menyatakan keanggotaan penuh, dan nilai fungsi sama dengan 0 menyatakan samasekali bukan anggota himpunan kabur tersebut. Maka himpunan tegas juga dapat dipandang sebagai kejadian khusus dari himpunan kabur, yaitu himpunan kabur yang fungsi keanggotaannya hanya bernilai 0 atau 1 saja.
Himpunan orang yang tinggi itu, misalnya, dapat dinyatakan dengan fungsi keanggotaan dengan grafik seperti disajikan dalam Gambar 4.
Gambar 4. Fungsi keanggotaan himpunan kabur “tinggi”
Misalnya seseorang yang tingginya 120 cm mempunyai derajat keanggotaan 0.16, yaitu dan seseorang yang tingginya 150 cm mempunyai derajat keanggotaan 0.55, yaitu
dalam himpunan kabur “tinggi” tersebut.
4. Teori Himpunan Kasar
Himpunan kasar (rough sets) pertama kali diperkenalkan oleh Zdzislaw Pawlak pada tahun 1982 sebagai suatu metode matematis untuk mendeskripsikan himpunan tidak tegas, dalam arti bahwa elemen-elemen tertentu dalam semestanya tidak dapat ditentukan secara tegas apakah merupakan anggota himpunan itu atau tidak karena elemen-elemen itu tidak dapat dibedakan satu sama lain akibat keterbatasan atau ketidaklengkapan pengetahuan atau informasi yang tersedia mengenai elemen-elemen itu. Himpunan kabur yang dikembangkan oleh Zadeh menangani kekaburan semantik dari konsep-konsep yang tidak dapat didefinisikan secara tegas, sedangkan himpunan kasar Pawlak ini menangani ketidaktegasan yang disebabkan oleh takterbedakannya elemen-elemen tertentu dalam semesta himpunan itu. Kedua konsep himpunan tak-tegas itu memang berbeda karena menanggapi dua jenis ketidaktegasan yang berbeda.
Pada awalnya himpunan kasar dikembangkan untuk menangani ketidakpastian dan ketidaktegasan dalam bidang analisis data. Dasar pengembangan teori himpunan kasar adalah asumsi bahwa setiap elemen dalam semesta wacananya terkait dengan informasi mengenai elemen itu, dan bahwa elemen-elemen dengan informasi yang sama adalah elemen-elemen yang takterbedakan. Pada dasarnya pendekatan terhadap himpunan kasar adalah suatu hampiran terhadap himpunan tak-tegas itu dengan menggunakan sepasang himpunan tegas yang dikonstruksikan berdasarkan suatu partisi pada semesta himpunan itu. Sebagai partisi biasanya diambil partisi yang dibangkitkan oleh relasi ekivalensi “takterbedakan” antara elemen-elemen dalam semesta itu. Dengan demikian kelas-kelas ekivalensi dalam partisi itu memuat elemen-elemen semesta yang takterbedakan satu sama lain. Relasi ekivalensi adalah model matematik paling sederhana yang dapat dipergunakan untuk merepresentasikan keadaan di mana elemen-elemen tertentu dalam suatu semesta tidak dapat dibedakan satu sama lain, dengan mengingat bahwa relasi “takterbedakan” itu pada dasarnya adalah suatu relasi ekivalensi, yaitu bersifat refleksif, simetrik, dan transitif.
Seperti halnya himpunan kabur, konsep himpunan kasar adalah perampatan konsep himpunan tegas, dalam arti bahwa himpunan tegas adalah kejadian khusus dari himpunan kasar. Konsep himpunan kasar didefinisikan dengan menggunakan apa yang disebut ruang hampiran.
Misalkan X adalah suatu semesta yang takkosong, R adalah suatu relasi ekivalensi pada X, adalah kelas ekivalensi yang memuat
dan
adalah himpunan hasil-bagi pada X yang terimbas oleh relasi ekivalensi R, yaitu keluarga semua kelas ekivalensi yang terimbas oleh R pada X. Pasangan
disebut ruang hampiran, masing-masing kelas ekivalensi dalam X/R disebut himpunan elementer atau atom dalam K, dan elemen-elemen dalam suatu himpunan elementer disebut elemen-elemen yang takterbedakan dalam K. Dalam setiap ruang hampiran K, himpunan kosong juga dianggap sebagai himpunan elementer. Setiap gabungan berhingga banyak himpunan elementer dalam K disebut himpunan tersusun dalam K.
Jika A adalah suatu himpunan bagian dari semesta X, maka hampiran bawah dari A dalam K, dengan lambang adalah
yaitu gabungan semua himpunan elementer yang termuat dalam A. Sedangkan hampiran atas dari A dalam K, dengan lambang adalah
yaitu gabungan semua himpunan elementer yang beririsan dengan A. Hampiran bawah dari A menyajikan himpunan elemen-elemen semesta yang pasti merupakan anggota himpunan A, sedangkan hampiran atas dari A menyajikan himpunan elemen-elemen semesta yang mungkin merupakan anggota himpunan A. Jelas bahwa Elemen-elemen semesta yang tidak berada dalam hampiran atas dari A adalah elemen-elemen yang pasti tidak merupakan anggota A.
Selisih hampiran atas dan hampiran bawah dari himpunan A dalam K, yaitu disebut daerah batas dari himpunan A dalam K. Jika yaitu , maka A merupakan gabungan himpunan elementer dalam K dan disebut himpunan yang dapat dideskripsikan secara tepat dalam K (atau himpunan tegas dalam K). Jika maka A tidak dapat dideskripsikan secara tepat dalam K dan disebut himpunan kasar dalam K. Dengan perkataan lain, himpunan kasar adalah himpunan bagian dari semesta yang mempunyai daerah batas yang tidak kosong.
Suatu ilustrasi himpunan kasar A dengan hampiran bawah dan hampiran atasnya dalam suatu ruang hampiran disajikan dalam Gambar 5.
Gambar 5. Himpunan kasar A dengan hampiran bawah dan hampiran atas dalam ruang hampiran.
Kualitas hampiran dalam suatu ruang hampiran dinyatakan dengan suatu ukuran ketepatan. Bila adalah suatu ruang hampiran dan A suatu himpunan bagian dari X, maka banyaknya atom dalam dan yang disajikan dengan dan berturut-turut disebut ukuran dalam dan ukuran luar dari A dalam K. Jika maka A dikatakan terukur dalam K. Ketepatan hampiran dari A dalam K didefinisikan sebagai bilangan real
di mana Jelas bahwa dan jika A terukur dalam K.
Sebagai contoh, misalkan ?+ adalah himpunan semua bilangan real positif dan R adalah relasi ekivalensi pada ?+ yang mengimbas partisi (0,1], (1,2], (2,3], (3,4], ? . Dalam ruang hampiran K = (?+, R), selang terbuka (0,r) dalam ?+ di mana untuk suatu bilangan bulat positif n, mempunyai hampiran bawah
yaitu himpunan elemen-elemen dalam ?+ yang pasti merupakan anggota selang (0,r), dan hampiran atas
yaitu himpunan elemen-elemen dalam ?+ yang mungkin merupakan anggota selang (0,r). Daerah batas dari selang (0,r) dalam ruang hampiran K adalah
yang berarti selang (0,r) adalah suatu himpunan kasar dalam K. Ketepatan hampiran tersebut dalam K adalah
Selang setengah terbuka (0,r] untuk suatu bilangan bulat positif r mempunyai hampiran bawah dan hampiran atas yang sama, yaitu yang berarti bahwa selang (0,r] merupakan suatu himpunan tegas dan terukur dalam K, yaitu himpunan yang dapat dideskripsikan secara tepat dengan menggunakan himpunan-himpunan elementer (atom) dalam ruang hampiran K tersebut.
Teori Himpunan Kasar telah berhasil diaplikasikan dalam berbagai bidang, antara lain sistem pakar, analisis data, penggalian data (data mining), kedokteran, dll.
5. Teori Himpunan Lunak
Pada tahun 1999 Molodtsov memperkenalkan konsep himpunan baru yang disebutnya himpunan lunak (soft sets). Misalkan X adalah himpunan semesta dan P(X) adalah himpunan kuasa dari semesta X. Misalkan E adalah himpunan parameter-parameter. Parameter dapat berupa sifat, atribut, atau karakteristik dari elemen-elemen dalam X, yang dapat dinyatakan dalam bentuk kata, ungkapan, kalimat, bilangan real, pemetaan, dsb. Pasangan (F, E) disebut himpunan lunak pada semesta X jika dan hanya jika F adalah suatu pemetaan dari E ke P(X), yaitu Dengan demikian, himpunan lunak pada semesta X adalah keluarga himpunan-himpunan bagian dari X yang berparameter. Untuk setiap himpunan F(e) dalam P(X) adalah himpunan elemen-elemen dalam X yang berparameter e (atau mempunyai sifat / atribut / karakteristik yang mendekati e) dari himpunan lunak tersebut.
Sebagai contoh, misalkan semesta adalah himpunan 10 buah rumah dan E = {mahal, murah, bagus, modern, kuno} adalah himpunan parameter yang berhubungan dengan rumah. Misalkan pemetaan didefinisikan sebagai berikut: Maka (F, E) adalah suatu himpunan lunak pada semesta X tersebut yang dapat dinyatakan sebagai berikut: (F,E) = { rumah murah = }, dan dapat dipandang sebagai karakteristik rumah-rumah itu yang dapat dipertimbangkan oleh seseorang yang akan membeli rumah. Himpunan bagian F(mahal), misalnya, adalah himpunan rumah-rumah dalam semesta X yang dianggap berharga mahal oleh seorang calon pembeli. Setiap pemetaan F pada suatu himpunan parameter yang berkaitan dengan rumah akan menghasilkan suatu himpunan lunak pada semesta X.
Himpunan kabur Zadeh dapat dipandang sebagai himpunan lunak. Misalkan adalah himpunan kabur dalam semesta X dengan fungsi keanggotaan Potongan- dari himpunan kabur tersebut adalah himpunan bagian tegas dari X, yaitu:
untuk setiap Perhatikan F sebagai suatu pemetaan dari [0,1] ke P(X), yaitu Jika pemetaan F itu diberikan, maka dengan Teorema Dekomposisi dalam Teori Himpunan Kabur dapat diperoleh himpunan kabur yaitu:
untuk setiap di mana adalah fungsi karakteristik dari himpunan Maka himpunan kabur dapat dipandang sebagai himpunan lunak
Beberapa konsep dasar yang berkaitan dengan himpunan lunak, seperti himpunan bagian, komplemen, gabungan, dan irisan, diperkenalkan oleh Maji, et al. (2003). Aktas & Cagman (2007) memperlihatkan bahwa setiap himpunan kabur dan setiap himpunan kasar dapat dipandang sebagai himpunan lunak. Aplikasi Teori Himpunan Lunak telah dikembangkan secara luas dalam berbagai bidang, misalnya dalam bidang matematika sendiri (analisis, teori peluang, teori ukuran, riset operasi, dsb), dan dalam bidang-bidang lain di luar matematika, seperti fisika, teknik, kedokteran, ekonomi, dll.
6. Penyilangan Dalam Teori-Teori Himpunan
Tumbuhnya berbagai macam Teori Himpunan dalam beberapa dekade terakhir ini untuk menyelidiki berbagai gejala ketidaktegasan itu telah memperluas Teori Himpunan (Set Theory) menjadi Teori-Teori Himpunan (Set Theories) mengenai berbagai macam himpunan seperti diuraikan di atas. Hal itu memotivasi para matematikawan untuk menyilangkan atau menggabungkan konsep-konsep yang relevan dalam Teori-Teori Himpunan itu menjadi teori-teori baru yang lebih luas dan lebih kaya.
D. Dubois dan H. Prade (1990) misalnya, mengawinkan Teori Himpunan Kabur Zadeh dengan Teori Himpunan Kasar Pawlak untuk melahirkan dua buah himpunan hibrid yang baru, yaitu himpunan kabur kasar dan himpunan kasar kabur, dengan tetap mempertahankan ciri khas dari masing-masing himpunan. Jika konsep hampiran bawah dan hampiran atas dari Teori Himpunan Kasar Pawlak diterapkan pada suatu himpunan kabur, maka hasilnya adalah himpunan kabur kasar (rough fuzzy sets). Dengan memperluas relasi ekivalensi yang dipakai untuk mendefinisikan ruang hampiran dalam Teori Himpunan Kasar Pawlak menjadi relasi similaritas kabur akan dihasilkan himpunan kasar kabur (fuzzy rough sets).
Penyilangan antara Teori Himpunan Kabur Zadeh dan Teori Himpunan Lunak Molodtsov dirintis oleh Maji et al. (2001), yang memperkenalkan himpunan campuran baru, yaitu himpunan lunak kabur. Himpunan kuasa P(X) dari semesta X dalam Teori Himpunan Lunak Molodtsov diperluas menjadi himpunan kuasa kabur yaitu himpunan semua himpunan kabur dalam semesta X. Maka diperoleh himpunan lunak kabur (fuzzy soft sets) pada semesta X, yaitu pasangan (F, E) yang terdiri dari pemetaan dan himpunan parameter E.
Mengikuti pola penyilangan yang dirintis Dubois & Prade, Feng et al. (2010) menggabungkan Teori Himpunan Kasar Pawlak dan Teori Himpunan Lunak Molodtsov untuk menghasilkan dua buah himpunan campuran yang baru, yaitu himpunan lunak kasar dan himpunan kasar lunak. Apabila konsep ruang hampiran dalam Teori Himpunan Kasar Pawlak diterapkan pada suatu himpunan lunak, maka hasilnya adalah himpunan lunak kasar (rough soft sets). Feng et al. juga memperlihatkan bahwa relasi ekivalensi yang dipakai untuk mendefinisikan ruang hampiran dalam Teori Himpunan Kasar Pawlak dapat diganti dengan suatu himpunan lunak sehingga menghasilkan ruang hampiran lunak, yang selanjutnya dapat dipergunakan untuk mendefinisikan himpunan kasar lunak (soft rough sets). Apabila ruang hampiran lunak diterapkan pada suatu himpunan kabur, maka hasilnya adalah himpunan campuran baru yang disebut himpunan kabur kasar-lunak (soft-rough fuzzy sets).
7. Penutup
Berbagai gejala kekaburan dan ketidaktegasan yang terdapat di mana-mana dalam realitas kehidupan manusia telah mendorong para ilmuwan dalam beberapa dekade terakhir ini untuk mencari terobosan-terobosan baru guna memperkembangkan Teori Himpunan klasik yang sudah tersedia menjadi Teori-Teori Himpunan yang lebih luas dan lebih kaya seperti diuraikan di atas. Sebenarnya masih ada beberapa teori himpunan tak-tegas lainnya yang tidak dibahas dalam karangan ini. Misalnya Teori Himpunan Kabur Intuisionistik (Intuitionistic Fuzzy Sets) yang dirintis oleh Krassimir T. Atanassov sejak tahun 1986 sebagai generalisasi dari Teori Himpunan Kabur. Pada tahun yang sama (1986) Ronald R. Yager memperkenalkan Teori Kantong Kabur (Theory of Fuzzy Bags) dengan menggunakan fungsi cacah (counting function) untuk menghitung banyaknya kali suatu elemen muncul dalam suatu kantong (yang seringkali juga disebut multiset, karena memperbolehkan elemen-elemennya muncul lebih dari satu kali). Dapat diperlihatkan bahwa kantong atau multiset itu dapat dipandang sebagai kejadian khusus dari himpunan kasar. Selanjutnya W. L. Gau dan D. J. Buehrer pada tahun 1993 memperkenalkan Teori Himpunan Samar (Theory of Vague Sets) dengan menggunakan fungsi keanggotaan benar dan fungsi keanggotaan salah. Aplikasi berbagai macam teori himpunan tak-tegas itu serta silangannya telah merambah ke berbagai disiplin limu, seperti ilmu ekonomi, rekayasa, ekologi, kedokteran, dan ilmu-ilmu sosial.
Gencarnya penelitian dan pengembangan dalam bidang teori-teori himpunan tak-tegas akhir-akhir ini telah melebarkan jalan bagi ilmu pengetahuan untuk memasuki dan menggeluti fenomena ketidaktegasan dalam realitas dunia nyata. Kemungkinan yang luas untuk menyilangkan teori-teori himpunan tak-tegas itu telah membuat teori-teori baru itu menjadi semakin kaya dan mempunyai daya jangkau terhadap gejala ketidaktegasan yang semakin luas. Quo vadis Teori Himpunan? Teori-teori himpunan pada saat ini sedang bergerak menuju realitas dunia nyata masa depan yang kekaburan dan ketidaktegasannya sedikit demi sedikit semakin dapat dikuasai oleh manusia dan ilmunya. Teori-teori himpunan sekaligus juga menantang para ilmuwan di masa depan untuk mencari cara-cara yang cerdas guna menyatukan berbagai teori himpunan yang masih terpisah-pisah itu menjadi suatu teori himpunan universal yang bersifat umum, dengan Teori Himpunan Cantor sebagai kejadian khususnya.
*Artikel ini pernah dimuat di Buku Melayang dari Masa Depan; 50 Tahun Jozep Edyanto, 2013. Ijin tayang ulang sudah diberikan oleh pihak penerbit.
Daftar Rujukan
Aktas, H. and Cagman, N. 2007. “Soft Sets and Soft Groups.” Information Sciences, 177: 2726 – 2735.
Dubois D. and Prade, H. 1990. “ Rough Fuzzy Sets and Fuzzy Rough Sets.” Int. J. of General Systems, 17: 191 – 209.
Feng, F. et al. 2010. “Soft Sets Combined with Fuzzy Sets and Rough Sets: A Tentative Approach.” Soft Computing, 14: 899 – 911.
Maji, et al. 2001. “Fuzzy Soft Sets.” J. Fuzzy Math. 9: 589 – 602.
Maji, et al. 2003. “Soft Set Theory.” Comput. Math. Appl., 45: 555 – 562.
Molodtsov, D. 1999. “Soft Set Theory – First Results.” Comput. Math. Appl., 37: 19 – 31.
Pawlak, Z. 1982. “Rough Sets.” Int. J. Inform. Comput. Sci., 11: 341 – 356.
Zadeh, L. A. 1965. “Fuzzy Sets.” Inform. Control, 8: 338 – 353.